Makalah Sejarah : Abstraksi dan Tanya-Jawab Seputar G 30 S/PKI
BAB I
PENDAHULUAN
Kondisi politik dalam negeri Indonesia pada awal kemerdekaan masih
mengalami goncangan dan ketidakstabilan. Hal itu disebabkan oleh masih
banyaknya kelompok-kelompok yang ingin berkuasa di Indonesia pada saat
itu. Di samping itu, kepemimpinan pemerintah yang selalu memunculkan
konsep-konsep baru yang berlawanan arah dengan tujuan dan dasar negara
Republik Indonesia.
Akibat dari hal tersebut adalah timbulnya berbagai macam masalah yang
menghambat kebangkitan Indonesia dari keterpurukan pada saat itu.
Masalah tidak hanya datang dari segi politik saja tetapi juga dari segi
kehidupan bangsa yang lainnya. Tetapi masalah yang banyak muncul pada
awal kemerdekaan negara kita adalah masalah dalam bidang politik.
Disebabkan oleh banyaknya paham-paham baru yang menyusup ke dalam inti
dari negara kita. Salah satu paham tersebut adalah komunisme. Komunisme
pada tahun 1965 memiliki kekuatan yang sangat besar di Indonesia.
Organisasi berpaham komunis terbesar pada saat itu adalah Partai Komunis
Indonesia (PKI), dengan jumlah anggota partai sekitar 3,5 juta orang.
Dengan kekuatan yang sedemikian besar ini, PKI dapat mendominasi
panggung politik di Indonesia. Selain itu, PKI juga memiliki hubungan
yang dekat dengan presiden pada saat itu yaitu Ir. Soekarno sehingga
memperkuat dominasi PKI atas kekuasaan negara pada saat itu.
Ketika presiden jatuh sakit, maka PKI dengan segala kekuatan yang begitu
besar berusaha merebut kekuasaan negara Republik Indonesia. Sehingga
terjadilah peristiwa yang menjadi lembaran hitam dalam sejarah bangsa
Indonesia pada tahun 1965 yang merupakan tragedi nasional bagi bangsa
kita yaitu Gerakan 30 September 1965, yang oleh pemerintah disebut
sebagai G 30 S/PKI. Gerakan ini merupakan sebuah gambaran dan sebuah
aktivitas pemberontakan yang dilakukan oleh PKI.
Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas mengenai berbagai
peristiwa seputar usaha persiapan G 30 S/PKI, pelaksanaannya, upaya
penumpasannya, dan dampak yang ditimbulkan oleh G 30 S/PKI. Selain itu,
terdapat penambahan sedikit informasi mengenai situasi politik setelah
terjadinya pemberontakan tersebut.
BAB II
ABSTRAKSI
Usaha Persiapan G 30 S/PKI
PKI mengalami perkembangan pesat pada tahun 1965. Tercatat pada tahun
tersebut yang mendaftar menjadi anggota partai berbasis komunisme
tersebut adalah 3,5 juta orang, jika dihitung dari organisasi yang
bekerjasama dengan PKI jumlahnya mencapai 20 juta orang. Selama masa
demokrasi terpimpin PKI mampu mendominasi panggung politik di Indonesia.
Selain itu, PKI juga memiliki kedekatan dengan Presiden Soekarno
sehingga posisi PKI semakin kuat.
Di sisi lain, PKI juga sering melancarkan serangan-serangan kepada
organisasi lain yang dianggap akan mengganggu kedudukan PKI di Indonesia
dan tidak sepaham dengan PKI. Kelicikan PKI juga diperlihatkan dengan
memanfaatkan pandangan Soekarno yang menginginkan persatuan Nasakom
untuk me-nasakom-kan segala bidang kelembagaan yang waktu itu belum
mendapat pengaruh PKI, seperti kabinet, pimpinan universitas, dan ABRI.
Akan tetapi PKI tidak berhasil untuk mempengaruhi ABRI disebabkan oleh
keteguhan pimpinan ABRI terutama Panglima AD Jenderal Ahmad Yani.
Situasi semakin memburuk ketika Presiden Soekarno dikabarkan jatuh
sakit. Pimpinan PKI yang mendengar kabar tersebut segera mengambil
tindakan untuk merebut kekuasaan sebelum kematian Presiden. Maka PKI
segera melakukan penyusunan kekuatan fisik bersenjata dengan mengadakan
latihan militer yang diikuti oleh Pemuda Rakyat dan Gerwani di Lubang
Buaya (Kompleks Halim).
PKI juga mencurigai pembentukan Dewan Jenderal oleh para perwira tinggi
Angkatan Darat. Mereka menganggap Dewan Jenderal merupakan suatu gerakan
di tubuh ABRI untuk melakukan perebutan kekuasaan dari Presiden
Soekarno. Isu Dewan Jenderal tersebut mendorong munculnya gerakan
tandingan yang diberi nama Dewan Revolusi. Dewan Revolusi merupakan
salah satu bentuk manuver politik dari PKI yang diketuai oleh Letkol
Untung Sutopo.
Pemberontakan G 30 S/PKI
Setelah melakukan berbagai perhitungan kekuatan, PKI bersama Dewan
Revolusi menyusun rencana untuk melakukan gerakan menyingkirkan
musuh-musuh politiknya. Pada tanggal 30 September 1965 menjelang tanggal
1 Oktober 1965 (sekitar pukul 04.00) pasukan Cakrabirawa (pasukan
pengawal presiden) di bawah komando Letkol Untung, para pemuda rakyat
dan gerwani, didukung Kesatuan Militer Kodam Diponegoro dan Brawijaya
yang prokomunis melancarkan operasi dengan mengadakan penangkapan dan
pembunuhan para perwira tinggi Angkatan Darat (AD) yang dinilai
antikomunis.
Para perwira tinggi yang menjadi sasaran operasi dan terbunuh adalah.
• Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf
Komando Operasi Tertinggi)
• Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang
Administrasi)
• Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD
bidang Perencanaan dan Pembinaan)
• Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang
Intelijen)
• Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD
bidang Logistik)
• Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal
Angkatan Darat)
• Lettu CZI Pierre Andreas Tendean (Ajudan Jenderal TNI Abdul Haris
Nasution)
• Bripka Karel Satsuit Tubun (Pengawal kediaman resmi Wakil Perdana
Menteri II dr.J. Leimena)
• Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)
• Letkol Sugiyono Mangunwiyoto (Kepala Staf Korem 072/Pamungkas,
Yogyakarta)
Jenderal TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama, selamat
dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani
Nasution yang menjadi korban dalam peristiwa tersebut. Para korban
tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang
dikenal sebagai Lubang Buaya. Mayat mereka ditemukan pada 3 Oktober
1965.
Upaya Penumpasan G 30 S/PKI
Mayor Jenderal Soeharto sebagai Panglima Kostrad, merasa bertanggung
jawab atas keamanan negara. Karena itu, setelah mendapat laporan
terjadinya penculikan para pemimpin TNI-AD, ia segera mengambil
langkah-langkah untuk memulihkan keamanan di ibu kota.
Setelah membaca situasi politik, Mayor Jenderal Soeharto segera
mengadakan koordinasi dengan berbagai unsur, seperti Pangdam V/Jaya,
Mayor Jenderal Umar Wirahadikusuma, Komandan RPKAD (Resimen Para Komando
Angkatan Darat), Kolonel Sarwo Edhi Wibowo serta Batalyon 328/Para
Kujang/Siliwangi, Kesatuan 530/Brawijaya dan Kesatuan 454/Diponegoro dan
segera diadakan tindakan untuk menetralisis keadaan.
Tahap berikutnya diupayakan menyelamatkan dua objek vital, yaitu gedung
RRI dan pusat telekomunikasi. Selang dua puluh lima menit kemudian
resimen RPKAD di bawah komando Sarwo Edhi berhasil merebut kedua objek
vital tersebut.
Operasi penumpasan dilanjutkan dengan sasaran Pangkalan Udara Utama
(Lanuma) Halim Perdanakusuma, yang menjadi basis kekuatan G 30 S/PKI.
Operasi ini bertujuan untuk mencari keberadaan para perwira tinggi yang
diculik. Para kesatuan-kesatuan G 30 S/PKI yang berada di Halim
Perdanakusuma melarikan diri dan para pemimpin yang tertangkap diadili
oleh Mahmilub (Mahkamah Militer Luar Biasa).
Perkembangan Politik Setelah Peristiwa G 30 S/PKI
Setelah peristiwa G 30 S/PKI Presiden Soekarno mendapat banyak tekanan
untuk mengambil tindakan tegas terhadap PKI akan tetapi Presiden
Soekarno menganggap peristiwa tersebut merupakan hal yang biasa dalam
proses revolusi. Selain permasalahan tersebut, terdapat juga
permasalahan dalam bidang ekonomi dengan meningkatnya inflasi hingga
600% persen. Oleh karena permasalahan-permasalahan tersebut para
mahasiswa Indonesia melalui berbagai kesatuan berjuang menyampaikan
tujuan rakyat yang dikenal dengan TRITURA yang berisi
Bubarkan PKI
Retool Kabinet Dwikora
Turunkan harga
Akibat demonstrasi besar-besaran yang dilakukan mahasiswa maka situasi
di ibu kota dan beberapa wilayah lain di Indonesia semakin tidak
terkendali. Karena hal tersebut Presiden Soekarno mengeluarkan keputusan
presiden yang berupa Surat Perintah Sebelas Maret (1966), yang lebih
dikenal dengan sebutan Supersemar. Isi pokok Supersemar adalah pemberian
wewenang kepada Letjen Soeharto untuk mengambil tindakan yang dianggap
perlu demi terselenggaranya keamanan dan ketertiban di seluruh Indonesia
serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan presiden.
Setelah mengemban Supersemar, tindakan pertama yang ditempuh oleh Letjen
Soeharto adalah membubarkan dan melarang PKI beserta ormas-ormas yang
bernaung di bawahnya. Tindakan kedua, seminggu berikutnya diadakan
penangkapan atas 15 menteri yang diduga secara langsung maupun tidak
langsung terlibat dalam G 30 S/PKI. Tindakan ketiga, Letjen Soeharto
membentuk kabinet Ampera sesuai dengan ketetapan MPRS No.
XIII/MPRS/1966.
Akibat tidak diterimanya laporan pertanggung jawaban Presiden Soekarno
oleh MPRS maka MPRS mengeluarkan Ketetapan No. XXXIII/MPRS/1967, yang
isinya adalah sebagai berikut.
a. Mencabut kekuasaan negara dari Presiden Soekarno.
b. Melarang Ir. Soekarno melakukan kegiatan politik sampai pemilu yang
akan datang.
c. Menetapkan Jenderal Soeharto menjadi pejabat presiden.
Dengan adanya ketetapan MPRS ini, situasi konflik yang berakibat pada
ketidakstabilan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dapat
diatasi. Di sisi lain pengangkatan Letjend Soeharto menjadi presiden
menandai berakhirnya masa Orde Lama dan dimulainya Orde Baru.
BAB III
PERTANYAAN
1. Jelaskan ketegangan sosial politik yang terjadi pada masa demokrasi
terpimpin!
2. Deskripsikan peristiwa G 30 S/PKI secara umum dan khusus!
3. Sebutkan faktor pendukung tampilnya angkatan darat sebagai kekuatan
politik yang disegani!
4. Sebutkan faktor pendukung munculnya PKI sebagai partai yang kuat dan
disegani pada masa demokrasi terpimpin!
5. Jelaskan latar belakang terjadinya persaingan antara PKI dan angkatan
darat
6. Tuliskan faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan pemberontakan G 30
S/PKI!
7. Jelaskan latar belakang terjadinya aksi Tritura!
8. Sebutkan isi tuntutan rakyat dalam Tritura!
9. Jelaskan bentuk dukungan angkatan darat dalam mendukung aksi Tritura!
10. Tuliskan dua objek vital yang dikuasai oleh PKI dalam Pemberontakan G
30 S/PKI!
11. Jelaskan peristiwa Pemberontakan G 30 S/PKI yang terjadi di beberapa
daerah di luar Jakarta!
12. Jelaskan isi pokok dari Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar)!
13. Sebutkan latar belakang lahirnya orde baru!
14. Sebutkan upaya untuk melaksanakan orde baru!
15. Sebutkan langkah yang diambil pemerintah untuk penataan kehidupan
Politik pada masa orde baru!
16. Apa yang dimaksud dengan G 30 S / PKI?
17. Jelaskan beberapa pandangan mengenai keterlibatan PKI dan
pihak-pihak lain dalam peristiwa pemberontakan G 30 S/PKI!
18. Mengapa G 30 S/PKI dikatakan sebagai tragedi Nasional?
19. Tuliskan kesatuan-kesatuan yang terlibat dalam Pemberontakan G 30
S/PKI!
20. Jelaskan latar belakang lahirnya Nawaksara!
21. Tuliskan langkah-langkah yang dilakukan oleh Mayor Jenderal Soeharto
untuk menumpas G 30 S/PKI!
22. Sebutkan ketujuh jenderal yang menjadi target operasi PKI!
23. Jelaskan proses pembuatan Supersemar!
24. Sebutkan keputusan-keputusan penting yang dihasilkan dalam sidang
MPRS 20 Juni-5 Juli 1966!
25. Apa yang dimaksud dengan Dwidharma dan Caturkarya?
26. Tuliskan isi dari Ketetapan No. XXXIII/MPRS/1967!
27. Sebutkan dampak-dampak pemberontakan G 30 S/PKI bagi Indonesia pada
tahun 1965!
28. Tuliskan peristiwa yang menunjukkan bahwa PKI aktif mengadakan
tindakan penyerangan terhadap organisasi-organisasi lain!
29. Mengapa PKI dinyatakan sebagai partai komunis terbesar di
negara-negar non-komunis?
30. Tuliskan struktur pemerintahan Kabinet Ampera!
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Pada masa demokrasi terpimpin, terjadi ketegangan sosial politik yang
menjadi-jadi. Antara partai dengan partai, antara partai dan ABRI serta
antara ABRI dan presiden saling mencurigai dan bersaing untuk saling
mendominasi. Pada saat Presiden Sukarno sakit, PKI yang merasa
keselamatannya banyak tergantung pada presiden merasa cemas. PKI
berencana merebut kekuasaan tanpa menunggu kematian presiden. PKI
kemudian menyusun kekuatan fisik dengan latihan militer Pemuda Rakyat
dan Gerwani di Lubang Buaya (Kompleks Halim) dengan dalih melatih
sukarelawan untuk mengganyang Malaysia.
2. Secara umum, peristiwa G 30 S/PKI merupakan upaya mengganti ideologi
Pancasila dan menggulingkan pemerintahan yang sah. Sedangkan secara
khusus, peristiwa G 30 S menunjuk pada gerakan sekelompok militer
menculik dan membunuh sejumlah perwira tinggi angkatan darat.
3. Faktor pendukung tampilnya angkata darat sebagai kekuatan politik
yang disegani.
a. Sejak masa demokrasi liberal, angkatan darat sebagai inti kekuatan
TNI telah berupaya terjun dalam kancah politik. Upaya itu berangkat
berangkat dari keprihatinan akan kacaunya stabilitas politik dan
keamanan karena persaingan antarpartai yang tidak sehat. Dengan
diberlakukannya kembali UUD 1945, peluang angkatan darat semakin
terbuka.
b. Kampanye pembebasan Irian Barat semakin memperkuat posisi angkatan
darat. Para perwira angkatan darat, misalnya, terjun menangani
nasionalisasi perusahaan Belanda.
4. factor pendukung munculnya PKi sebagai partai yang kuat dan disegani
pada masa demokrasi terpimpin.
a. Memasuki masa demokrasi terpimpin, PKI semakin disegani karena selalu
berupaya menjadi barisan terdepan mendukung kebijakan presiden. PKI
semakin diuntungkan oleh pemberlakuan berbagai ajaran Presiden Soekarno,
seperti Manipol, Nasakom, Resopim. Ajaran itu menempatkan PKI sebagai
kekuatan politik yang sah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
b. Politik konfrontasi yang dilancarkan Indonesia semakin memperkuat
kedudukan PKI. Di tengan keraguan AD untung sepenuhnya mendukung
Dwikora, PKI tampilke depan menggelorakan kampanye Ganyang Malaysia.
Kemudian, PKI menjadi andalan presiden untuk membina hubungan dengan
Negara-negara komunis dan menggalang politik poros.
5. Latar belakang terjadinya persaingan antara PKI dan angkatan darat
adalah perbedaan ideologi dan kepentingan yang dianut oleh PKI dan
angkatan darat. Dengan ideologi komunis, PKI berkepentingan merintis
berdirinya Negara komunis. Sedangkan sebagai kekuatan pertahanan Negara,
angkatan darat berkepentingan mempertahankan Pancasila. Persaingan itu
menghangat menjelang tahun 1965.
6. faktor-faktor penyebab kegagalan pemberontakan G 30 S/PKI adalah
sebagai berikut
a. Perhitungan waktu yang salah (terlalu awal)
b. Terlalu percaya akan kekuatan sendiri dan meremehkan kekuatan lain
c. Kesatuan komando baik politik maupun militer tidak ada
d. Keraguan banyak perwira untuk memilih antara setia kepada PKI atau
Presiden
e. Pasukan cadangan PKI tidak bergerak
f. Lolosnya Jendral Nasution menimbulkan kegelisahan di kalangan Gestapu
g. Sikap golongan-golongan non-komunis yang serentak tidak membenarkan
kekejaman PKI
7. Latar belakang terjadinya aksi Tritura karena adanya ketidaktegasan
sikap pemerintah terhadap peristiwa G 30 S/PKI yang mengndang
ketidakpuasan masyarakat. Ketidakpuasan rakyat semakin meningkat karena
ekonomi tidak kunjung membaik, bahkan semakin memburuk sehingga dengan
dipelopori oleh kalangan mahasiswa dan pelajar, mereka menyampaikan
tuntutan mereka yang dipadatkan dalam slogan Tri Tuntutan Rakyat atau
Tritura.
8. Isi Tritura.
a. Bubarkan PKI dan ormas-ormasnya!
b. Bersihkan Kabinet Dwikora dar unsure-unsur PKI!
c. Turunkan harga-harga barang!
9. Adapun bentuk dukungan angkatan darat dalam mendukung aksi Tritura
adalah sebagi berikut.
a. Kodam-kodam melarang pembentukan Barisan Soekarno di wilayah
masing-masing.
b. Kodam Jaya melindungi mahasiswa mantan KAMI saat membentuk Laskar
Arief Rachman Hakim.
10. Dua objek vital yang dikuasai oleh PKI dalam G 30 S/PKI adalah
gedung RRI (Radio Republik Indonesia) dan pusat telekomunikasi.
11. Pemberontakan G 30 S/PKI yang terjadi di beberapa daerah di luar
Jakarta adalah sebagai berikut.
• Gerakan 30 September 1965 atau gerakan Dewan Revolusi juga terjadi di
Jawa Tengah, di Semarang ini diawali dengan pengumuman melalui siaran
RRI oleh Asistem Kodam VII/Diponegoro Kolonel Suhirman yang mendukung
sepenuhnya terhadap G 30 S/PKI. Dalam pengumuman itu juga ditegaskan
bahwa Letnan Kolonel Sastrodibroto telah mengambil alih pimpinan Kodam
VII/Diponegoro.
• Di Surakarta (Solo) G 30 S/PKI dan Dewan Revolusi daerah Surakarta
berhasil menculik antara lain Komandan Brigade 6 Kolonel Azahari dan
Kepala Stafnya Letnan Kolonel Parwoto, Kepala Staf Kodim 735 Mayor
Soeparman. Kantor RRI, telekomunikasi dan beberapa bank negara berhasil
diduduki. Wali kota Surakarta, Utomo Ramelan melalui RRI mengumumkan
dukungannya kepada G 30 S/PKI 1965.
12. Isi pokok Supersemar adalah pemberian wewenang kepada Letjen
Soeharto untuk mengambil tindakan-tindakan yang dianggap perlu demi
terselenggaranya keamanan dan ketertiban di seluruh Indonesia serta
menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan presiden.
13. Latar belakang lahirnya Orde Baru :
Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa
Gerakan 30 September 1965 ditambah adanya konflik di angkatan darat yang
sudah berlangsung lama.
Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600%
sedangkan upaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan harga
bahan bakar menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat.
Reaksi keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk peristiwa
pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh PKI. Rakyat melakukan
demonstrasi menuntut agar PKI berserta Organisasi Masanya dibubarkan
serta tokoh-tokohnya diadili.
Kesatuan aksi (KAMI,KAPI,KAPPI,KASI,dsb) yang ada di masyarakat
bergabung membentuk Kesatuan Aksi berupa “Front Pancasila” yang
selanjutnya lebih dikenal dengan “Angkatan 66” untuk menghacurkan tokoh
yang terlibat dalam Gerakan 30 September 1965.
Kesatuan Aksi “Front Pancasila” pada 10 Januari 1966 di depan gedung
DPR-GR mengajukan tuntutan”TRITURA”(Tri Tuntutan Rakyat) yang berisi :
ü Pembubaran PKI berserta Organisasi Massanya
ü Pembersihan Kabinet Dwikora
ü Penurunan Harga-harga barang.
Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan Pembentukan
Kabinet Seratus Menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat
menganggap di kabinet tersebut duduk tokoh-tokoh yang terlibat dalam
peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Wibawa dan kekuasaan presiden Sukarno semakin menurun setelah upaya
untuk mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30
September 1965 tidak berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah
Militer Luar Biasa(Mahmilub).
Sidang Paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang
sedang bergejolak tak juga berhasil. Maka Presiden mengeluarkan Surat
Perintah Sebelas Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen
Suharto guna mengambil langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi
keadaan negara yang semakin kacau dan sulit dikendalikan.
14. Upaya untuk melaksanakan Orde Baru :
a. Melakukan pembaharuan menuju perubahan seluruh tatanan kehidupan
masyarakat berbangsa dan bernegara.
b. Menyusun kembali kekuatan bangsa menuju stabilitas nasional guna
mempercepat proses pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur.
c. Menetapkan Demokrasi Pancasila guna melaksanakan Pancasila dan UUD
1945 secara murni dan konsekuen.
d. Melaksanakan Pemilu secara teratur serta penataan pada
lembaga-lembaga negara.
15. Adapun langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk penataan
kehidupan Politik pada masa orde baru adalah sebagi berikut.
1) Penataan politik dalam negeri yang meliputi:
a. Pembentukan Kabinet Pembangunan
b. Pembubaran PKI dan Organisasi masanya
c. Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik
d. Pemilihan Umum
e. Melaksanakan Peran Ganda ABRI
f. Pemasyarakatan P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila)
g. Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat dengan
disaksikan oleh wakil PBB pada tanggal 2 Agustus 1969.
2) Penataan politik luar negeri yang meliputi:
a. Kembali menjadi anggota PBB
b. Menormalisasi hubungan dengan beberapa negara
c. Pendirian ASEAN(Association of South-East Asian Nations)
d. Integrasi Timor-Timur ke Wilayah IndonesiA
16. Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G 30 S PKI,
G-30S/PKI, Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu
Oktober) adalah sebuah peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 September
1965 di mana enam pejabat tinggi militer Indonesia beserta beberapa
orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha pemberontakan yang disebut
sebagai usaha Kudeta yang dituduhkan kepada anggota Partai Komunis
Indonesia.
17. Beberapa pandangan mengenai keterlibatan PKI dan pihak-pihak lain
dalam peristiwa pemberontakan G 30 S/PKI adalah sebagai berikut.
a. Pandangan yang menegaskan bahwa pelaku utama dan dalang Gerakan 30
September adalah PKI. Pandangan ini cukup mantap selama masa Orde Baru.
Pandangan bahwa PKI-lah yang menjadi dalang G 30 S/PKI ini berdasarkan
kesaksian Syam (Kamaruzzaman) dalam persidangan Mahmilub (Mahkamah
Militer Luar Biasa).
b. Pandangan yang kedua menegaskan bahwa G 30 S/PKI itu adalah suatu
bentuk konspirasi. Hal ini juga dapat diambil dari hasil penelitian
Victor M. Fic yang mengatakan bahwa tragedi 1 Oktober 1965 itu merupakan
konspirasi antara Soekarno-Aidit-Mao Tse Tung.
c. Pandangan yang ketiga menyatakan bahwa G 30 S/PKI terjadi karena
konflik intern di tubuh TNI AD. Hal ini didasarkan pada kesaksian Nyoto,
Peris Pardede, dan juga Sudisman, bahwa PKI pada prinsipnya menyokong
gerakan para “Perwira Progresif” yang berusaha mencegah gerakan yang
akan dilakukan oleh Dewan Jenderal.
18. G 30 S/PKI dikatakn sebagai tragedi Nasional karena banyak Perwira
TNI, para ulama, dan kaum Nasionalis yang mejadi korban keganasan PKI
dan Dewan Revolusinya. Selain itu, tragedy ini juga dikatakan sebagai
kudeta dan ingin mengubah dasar Negara Pancasila.
19. Kesatuan-kesatuan yang terlibat dalam Pemberontakan G 30 S/PKI
adalah.
a) Pasukan Cakrabirawa (pasukan pengawal presiden)
b) Para pemuda rakyat dan gerwani
c) Kesatuan Militer Kodem Diponegoro dan Brawijaya.
20. Latar belakang lahirnya Nawaksara dan Pelangkap Nasakwara yaitu
dalam sidang Umum MPRS 1966, presiden Soeharto diminta memberi
pertanggungjawaban atas terjadinya Pemberontakan Gestapu, kemerosotan
ekonomi, dan moral sehingga untuk memenuhi permintaan MPRS, maka
Presiden Soeharto dalam pidatonya pada tanggal 22 Juni 1966 memberi
judul Nawaksara (9 pokok uraian) sebagai bentuk pertanggungjawaban
tersebut.
21. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Mayor Jenderal Soeharto untuk
menumpas G 30 S/PKI adalah sebagai berikut.
a) Setelah membaca situasi politik, Mayor Jenderal Soeharto segera
mengadakan koordinasi dengan berbagai unsur, seperti Pangdam V/Jaya,
Mayor Jenderal Umar Wirahadikusuma, Komandan RPKAD (Resimen Para Komando
Angkatan Darat), Kolonel Sarwo Edhi Wibowo serta Batalyon 328/Para
Kujang/Siliwangi, Kesatuan 530/Brawijaya dan Kesatuan 454/Diponegoro dan
segera diadakan tindakan untuk menetralisis keadaan.
b) Tahap berikutnya diupayakan menyelamatkan dua objek vital, yaitu
gedung RRI dan pusat telekomunikasi.
c) Operasi penumpasan dilanjutkan dengan sasaran Pangkalan Udara Utama
(Lanuma) Halim Perdanakusuma, yang menjadi basis kekuatan G 30 S/PKI.
Ope
d) rasi ini bertujuan untuk mencari keberadaan para perwira tinggi yang
diculik.
22. Adapun 7 jenderal yang menjadi target operasi PKI yaitu:
1) Jendral TNI Anumerta Ahmad Yani
2) Letjen TNI Anumerta MT Haryono
3) Letjen TNI Anumerta S Parman
4) Letjen TNI Anumerta Suprapto
5) Mayjen TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo
6) Mayjen TNI Anumerta DI Panjaitan
7) Kapten Czi Anumerta Pierre Tendean.
23. Proses Pembuatan Supersemar
Pihak AD di bawah pimpinan Suharto, yang sejak 16 Oktober 1965 telah
dilantik menjadi Menteri Panglima AD, semula masih ingin menghormati
kewibawaan Presiden. Tapi setelah nampaknya Sukarno enggan mengutuk PKI
maka AD mulai tertarik bekerjasama dengan KAMI dan kemudian KAPPI untuk
menghadapi Presiden. Pada 11 Maret 1966 sidang yang diselenggarakan
kabinet terhenti di tengah jalan karena Presiden diberi tahu ajudannya
bahwa sidang akan dikacau oleh kekuatan sosial-politik yang
menentangnya. Kesempatan ini digunakan oleh pimpinan AD untuk menawarkan
jasa-jasa baiknya demi pulihnya keadaan sehingga kemacetan roda
pemerintahan dapat diakhiri. Diutuslah tiga Jendral, M Yusuf, Amir
Machmud dan Basuki Rachmat untuk menemui Presiden dan menyampaikan
tawaran itu. Pesannya “Kalau saya masih dipercaya, saya sanggup
mengatasi keadaan”. Sebagai hasilnya keluarlah keputusan Presiden yang
berupa Surat Perintah Sebelas Maret (1966) yang dipopulerkan menjadi
Supersemar. Isi pokoknya “Memerintahkan kepada Letjen Soeharto,
Menpangad, untuk atas nama Presiden, mengambil segala tindakan yang
dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta
kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi, serta menjamin
keselamatan pribadi dan kewibawaan pimpinan Presiden”. Keluarnya
Supersemar menandai awal Orde Baru. Dengan tindakan tersebut pada
hakekatnya Presiden telah kehilangan sebagian besar kekuasaan yang ada
padanya, yang jatuh ke tangan Soeharto. Namun keadaan ini tidak dapat
dihindari karena parahnya situasi.
24. Sidang MPRS 20 Juni-5 Juli 1966 menghasilkan beberapa keputusan
penting:
1. TAP No. IX/MPRS/66 berisi pengukuhan Supersemar, dengan demikian
Sukarno tidak akan bisa mencabutnya kembali.
2. TAP No. XXV/MPRS/66 berisi pengukuhan atas pembubaran PKI dan
ormas-ormasnya serta larangan penyebaran ajaran Marxisme-Komunisme di
Indonesia.
3. TAP No. XVIII/MPRS/66 berisi pencabutan TAP No. III/MPRS/63 yang
berisi pengangkatan Sukarno sebagai presiden seumur hidup.
4. TAP No. XIII/MPRS/66 berisi pemberian kekuasaan kepada Jendral
Soeharto untuk membentuk Kabinet Ampera dengan tujuan pokok Dwidharma
dan programnya Caturkarya.
25. Dwidharma ialah menciptakan kestabilan politik dan ekonomi. Catur
Karya ialah memenuhi sandang-pangan, pemilu, politik luar negeri bebas
aktif dan melanjutkan perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme.
26. Isi dari Ketetapan No. XXXIII/MPRS/1967 yaitu :
a) Mencabut kekuasaan Negara dari Presiden Soekarno.
b) Melarang Soekarno melakukan kegiatan politik sampai pemilu yang akan
datang.
c) Menetapakn Jendral Soeharto menjadi Pejabat Presiden.
27. Dampak pemberontakan G 30 S/PKI bagi Indonesia pada tahun 1965,
adalah sebagai berikut.
• Peristiwa pemberontakan G 30 S/PKI atau percobaan kudeta oleh PKI 1
Oktober 1965 telah membawa ketidakstabilan dalam bidang politik, serta
menyebabkan pemerintahan menjadi tidak teratur.
• Merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap Presiden Soekarno akibat
tindakan Presiden yang tidak melakukan tindakan tegas terhadap PKI atas
apa yang telah dilakukan oleh organisasi tersebut.
• Peristiwa pemberontakan G 30 S/PKI juga telah membawa kesulitan di
bidang sosial-ekonomi. Di berbagai daerahh mengalami masalah bahan
makanan dan harga barang-barang yang membumbung tinggi. Ditambah dengan
naiknya harga bahan bakar serta inflasi yang mencapai 100%.
28. Organisasi Lekra suatu organisasi di bawah naungan PKI menyerang dan
memusuhi Manikebu yang merupakan wadah kelompok budayawan karena
dianggap antirevolusioner dan berbau liberalisme serta dibiayai CIA
(Badan Intelijen Amerika Serikat), sehingga menyebabkan Presiden
Soekarno menyatakan bahwa Manikebu merupakan suatu organisasi terlarang.
29. Karena PKI memiliki anggota yang sangat besar utamanya dari kalangan
buruh dan petani miskin. Pada tahun 1965 tercatat pada tahun 1965 yang
terdaftar menjadi anggota partai 3,5 juta orang, jika dihitung dari
organisasi yang berafiliasi dengan PKI jumlahnya meliputi 20 juta orang.
30. Struktur pemerintahan Kabinet Ampera yaitu terdiri atas 15 Menteri
Utama (Menu Utama) dan 24 Menteri.
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI,
Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober)
adalah sebuah peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 di
mana enam pejabat tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang
lainnya dibunuh dalam suatu usaha pemberontakan yang disebut sebagai
usaha Kudeta yang dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia
sekaligus menandai munculnya masa orde baru.
SARAN-SARAN
1. Marilah kita bercermin dari lembaran-lembaran hitam dari sejarah
bangsa kita untuk dapat melakukan perbaikan dan pembangunan lebih besar
untuk masa sekarang dan masa depan bengsa kita.
2. Sebagai bangsa yang besar kita hendaknya dapat mempertahankan serta
menjaga persatuan dan kesatuan bangsa kita agar jayh dari perselisihan
hingga percerai-beraian
3. untuk dapat menjadi bangsa yang besar, maju dan disegani, jangan
sekali-kali untuk melupakan sejarah.
DAFTAR PUSTAKA
Badrika, I wayan. 2006. Sejarah untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga
Matroji. 2003. IPS Sejarah untuk SLTP Kelas 3. Jakarta: Erlangga
Rokhman, Nur, dan Supardi. 2006. Mari Belajar Sejarah 3 untuk SMA-MA
Kelas XI IPA. Yogyakarta: Penerbit SIC
Thamiend, Nico. 2007. Dinamika Sejarah 2. Jakarta: Yudhistira
www.wikipedia.co.id